Laporan Pendahuluan Askep Keluarga dengan Gizi Buruk

10:57 PM

Laporan Pendahuluan Askep Keluarga dengan Gizi Buruk


Laporan Pendahuluan Askep Keluarga dengan Gizi Buruk

A. DEFINISI

  • Pengertian keluarga akan berbeda-beda. Hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefinisikannya. Marilyn M. Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Menurut UU No. 10 1992, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Definisi lain keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN 1999, cit Setyowati 2008).

B. CIRI-CIRI KELUARGA

  1. Diikat tali perkawinan
  2. Ada hubungan darah
  3. Ada ikatan batin
  4. Tanggung jawab masing –masing
  5. Ada pengambil keputusan
  6. Kerjasama
  7. Interaksi
  8. Tinggal dalam suatu rumah

C. STRUKTUR KELUARGA

  1. Struktur peran keluarga, formal dan informal
  2. Nilai/ norma keluarga, norma yg diyakini oleh keluarga. Berhubungan dengan kesehatan
  3. Pola komunikasi keluarga, bagaimana komunikasi orangtua anak, ayah ibu, & anggota lain
  4. Struktur kekuatan Keluarga, kemampuan Mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk kesehatan

  5. Ciri - Ciri Struktur Keluarga
    1. Menurut Anderson Carter , dikutip Nasrul Effendy (1998), dibagi menjadi 3 yaitu:
    2. Terorganisasi: Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
    3. Ada Keterbatasan: Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing -masing.
    4. Ada perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing - masing.


    Struktur Keluarga (Ikatan Darah) :
    1. Patrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan Itu berasal dari jalur ayah
    2. Matrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan Itu berasal dari jalur ibu
    3. Matrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah istri
    4. Patrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah suami
    5. Keluarga kawinan, hubungan Suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri

    Pemegang Kekuasaan
    1. Patriakal, dominan dipihak ayah
    2. Matriakal, dominan di pihak ibu
    3. Equalitarian, ayah dan ibu

D. PERAN KELUARGA

Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy (1998), adalah sebagai berikut :
  1. Peran ayah: Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
  2. Peran ibu: Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
  3. Peran anak: Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

E. TIPE KELUARGA

Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua, yaitu: (Suprajitno, 2004)
  1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
  2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme, pengelompokan tipe keluarga selain kedua keluarga di atas berkembang menjadi: (Suprajitno, 2004)
  1. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
  2. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
  3. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
  4. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone). Kecendrungan di Indonesia juga meningkat dengan dalih tidak mau direpotkan dengan pasangan atau anaknya kelak jika menikah.
  5. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual cohabiting family).
  6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (guy and lesbian family).
Sedangkan Menurut Nasrul Effendy (1998), tipe keluarga terdiri dari :
  1. Keluarga inti (Nuclear Family)
    Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak- anak.
  2. Keluarga besar (Extended Family)
    Adalah keluarga inti di tambah sanak saudara, misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
  3. Keluarga berantai (Serial Family)
    Adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
  4. Keluarga duda atau janda (Single Family)
    Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
  5. Keluarga berkomposisi (Compocite)
    Adalah keluarga yang berpoligami yang hidup bersama.
  6. Keluarga kabitas (Cahabitation)
    Adalah keluarga yang terdiri dari dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.

F. FUNGSI KELUARGA

Friedman (1998) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
  1. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
  2. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
  3. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
  4. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
  5. Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan (the health care function). Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Setyowati, 2008).

G. TUGAS KELUARGA DI BIDANG KESEHATAN

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: (Suprajitno, 2004)
  1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
    Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/ keluarga.
  2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
    Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Dalam hal ini termasuk mengambil keputusan untuk mengobati sendiri.
  3. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
    sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar. Tetapi keluarga mempunyai keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
  4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
  5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

H. TUGAS PERKEMBANGAN SESUAI DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN (DUVAL)(SOCIOLOGICAL PERSPECTIVE)

  1. Keluarga baru menikah
    1. membina hubungan Intim
    2. bina hubungan dengan keluarga lain: teman dan kelompok sosial
    3. mendiskusikan rencana punya anak
  2. Keluarga. Dengan anak baru lahir
    1. persiapan menjadi orang tua
    2. adaptasi keluarga baru , interaksi keluarga, hubungan Seksual
  3. Keluarga dengan anak usia pra sekolah
    1. memenuhi kebutuhan Anggota keluarga : rumah, rasa aman
    2. membantu anak untuk bersosialisasi
    3. mempertahankan hubungan yg sehat keluarga intern dan luar
    4. pembagian tanggung jawab
    5. kegiatan untuk stimulasi perkembangan Anak
  4. Keluarga dengan anak usia sekolah
    1. membantu sosialisasi anak dengan lingkungan luar
    2. mempertahankan keintiman pasangan
    3. memenuhi kebutuhan yang meningkat
  5. Keluarga dengan anak remaja
    1. memberikan kebebasan seimbang dan bertanggug jawab
    2. mempertahankan hubungan Intim dengan keluarga
    3. komunikasi terbuka : hindari, debat, permusuhan
    4. persiapan perub. Sistem peran
  6. Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa
    1. perluas jar. Keluarga dari keluarga inti ke extended
    2. pertahnakan keintiman pasanagan
    3. mabantu anak untuk mandiri sbg keluarga baru
    4. penataan kembali peran orang tua
  7. Keluarga usia pertengahan
    1. pertahankan keseh. Individu dan pasangan usia pertengahan
    2. hubungan Serasi dan memuaskan dengan anak- anaknya dan sebaya
    3. meningkatkan keakraban pasangan
  8. Keluarga usia tua
    1. pertahankan suasana saling menyenangkan
    2. adapatasi perubahan : kehil.pasangan,kek. Fisik,penghasilan
    3. pertahankan keakraban pasangan
    4. melakukan life review masa lalu

I. KELOMPOK KELUARGA DI INDONESIA BERDASARKAN SOSIAL EKONOMI DAN KEBUTUHAN DASAR

  1. Prasejatera
    belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal: pengajaran agama, sandang, papan, pangan, kesehatan atau keluarga belum dapat memenuhi salah satu / lebih indikator KS tahap I.
  2. Keluarga Sejahtera I (KS I)
    Telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat sosial psikologis, pendidikan, KB, interaksi lingkungan.
    Indikator : ibadah sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan : anak sakit, ber-KB, dibawa kesarana kesehatan
  3. Keluarga Sejahtera II (KS II)
    Indikator : belum dapat menabung, ibadah (anggota keluarga ) sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda, lantai bukan tanah, kesehatan (idem), daging/ telur minimal 1 kali seminggu, Pakaian baru setahun sekali, Luas lantai 8m2 per orang, Sehat 3 bulan terakhir, Anggota yang berumur 15 tahun keatas punya penghasilan tetap, Umur 10, 60 tahun dapat baca tulis, Umur 7-15 tahun bersekolah, Anak hidup 2/lebih, keluarga PUS saat ini berkontrasepsi.
  4. Keluarga Sejahtera III (KS III)
    Indikator : belum berkontribusi pada masyarakat, ibadah sesuai agama, pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan idem, anggota melaksanakan ibadah, daging / telur seminggu sekali, memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir, luas lantai 8 m2 perorang, anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga berumur 15 th punya penghasilan tetap, baca tulis latin 10 –60 th, usia 7-15 bersekolah, anak hidup 2/ lebih, pus saat ini ber kb, upaya meningk agama, keluarga punya tabungan, makan bersama sehari sekali, ikut keg. Masyarakat, rekreasi 6 bl sekali, informasi dari mass media, menggunakan transportasi,
  5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
    dapat memenuhi seluruh kebutuhannya: dasar, sosial, pengembangan, kontribusi pada masyarakat, indikator KS III + (ditambah), memberikan sumbangan.
    Indicator Gakin : Tak bisa makan 2 kali sehari atau lebih, Tdk daging/ikan /telur / minggu sekali, Tdk pakaian beda tiap aktifitas, Tdk pakain baru, satu stel /tahun, Lantai mayoritas tanah, Lantai kurang dari 8 meter persegi untuk setiap penghuni, Tdk ada anggota umur 15 tahun berpenghasilan tetap, Anak sakit/pus ingin kb tak mampu ke yankes, Anak 7-15 tahun tak berekolah

J. KELUARGA SEBAGAI SISTEM

keluarga merupakan sistem sosial yg terdiri kumpulan 2 /lebih yg punya peran sosial yg berbeda dengan ciri saling berhubungan Dan tergantung antar individu

Alasan Keluarga Sbg Sistem
  1. Keluarga punya subsistem : anggota, fungsi, peran aturan , budaya
  2. Saling berhub dan ketergantungan
  3. Unit terkecil dari masy. Sbg suprasistem
Komponen Sistem Keluarga
  1. Input, anggota keluarga, struktur, fungsi, aturan, ling, budaya, agama
  2. Proses, proses pelaksanaan fungsi keluarga
  3. Out put, hasil berupa perilaku : sosial, agama, kesh,
  4. Feedback, pengontrol perilaku keluarga
Karakteristik Keluarga Sebagai Sistem
  1. Sistem terbuka, sistem yg punya kesempatan dan mau menerima / memperhatikan lingk. Sekitar
  2. Sistem tertutup, kurang punya kesempatan, kurang mau menerima /memberi perhatian pada lingk. Sekitar

K. STANDAR PRAKTIK KELUARGA PPNI

  1. Standar praktik profesional
    1. standar i : pengkajian
    2. standar ii : diagnosis
    3. standar iii : perencanaan
    4. standar iv : pelaks. Tind.
    5. standar v : evaluasi
  2. Standar kinerja profesional
    1. Standar i : jaminan mutu
    2. Standar ii : pendidikan
    3. Standar iii : penilaian prestasi
    4. Standar iv : kesejawatan
    5. Standar v : etik   
    6. Standar vi : kolaborasi
    7. Standar vii ; riset
    8. Standar ix : pemnafaatan sumber

L. MASALAH KEPERAWATAN KESEHATAN KELUARGA

  1. Bahaya fisik
    1. Penyakit
    2. Kegemukan
    3. Kecelakaan
    4. Kecanggungan
    5. Kesederhanaan
  2. Bahaya Psikologis
    1. Bahaya dalam konsep diri
    2. Bahaya moral
    3. Bahaya yang menyangkut minat
    4. Bahaya dalam penggolongan peran seks
    5. Bahaya dalam perkembangan kepribadian
    6. Bahaya hubungan keluarga

M. TAHAP IV : KELUARGA DENGAN ANAK SEKOLAH FAMILY WITH SCHOOL CHILDREN ( OLDEST CHILD 6 - 13  YEARS )

  1. Keluarga mencapai jumlah anggota yang maksimal, keluarga sangat sibuk
  2. Aktivitas sekolah, anak punya aktivitas masing-masing
  3. Orang tua berjuang dengan tuntutan ganda : perkembangan anak & dirinya
  4. Orang tua belajar menghadapi/ membiarkan anak pergi ( dengan teman sebayanya )
  5. Orang tua mulai merasakan tekanan yg besar dari komunitas di luar rumah (sistem sekolah)


GIZI BURUK


Laporan Pendahuluan / LP GIZI BURUK

A. EPIDEMIOLOGI

  • Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI). Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.

B. DEFINISI

  • Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status  gizi  buruk  dibagi  menjadi  tiga  bagian, yakni  gizi  buruk  karena  kekurangan  protein  (disebut  kwashiorkor), karena kekurangan  karbohidrat  atau  kalori  (disebut  marasmus),  dan  kekurangan  kedua-duanya.  Gizi  buruk  ini  biasanya  terjadi  pada  anak  balita  (bawah  lima  tahun)  dan ditampakkan  oleh  membusungnya  perut  (busung  lapar). Zat  gizi  yang  dimaksud  bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah  teknis  yang  umumnya  dipakai  oleh  kalangan  gizi,  kesehatan  dan  kedokteran. Gizi  buruk  adalah  bentuk  terparah  dari  proses  terjadinya  kekurangan  gizi  menahun (Nency, 2005). 
  • Anak  balita  (bawah  lima  tahun)  sehat  atau  kurang  gizi  dapat  diketahui  dari pertambahan  berat  badannya  tiap  bulan  sampai  usia  minimal  2  tahun  (baduta). Apabila  pertambahan  berat  badan  sesuai  dengan  pertambahan  umur  menurut  suatu  standar  organisasi  kesehatan  dunia,  dia  bergizi  baik.  Kalau  sedikit  dibawah  standar disebut bergizi kurang  yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat  berat atau akut (Pardede, J, 2006). 

C. ETIOLOGI

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
  1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
  2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
  1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
  2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
  3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
  1. Keluarga miskin
  2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
  3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

D. KLASIFIKASI GIZI BURUK 

Terdapat  3  tipe  gizi  buruk  adalah  marasmus,  kwashiorkor,  dan  marasmus-kwashiorkor.  Perbedaan  tipe  tersebut  didasarkan  pada  ciri-ciri  atau  tanda  klinis  dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.
  1. Marasmus
    Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah  kulit  (kelihatan tulang di bawah kulit),  rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering  rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
    1. Anak  tampak  sangat  kurus  karena  hilangnya  sebagian  besar  lemak  dan  otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit 
    2. Wajah seperti orang tua 
    3. Iga gambang dan perut cekung 
    4. Otot paha mengendor (baggy pant) 
    5. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar 
  2. Kwashiorkor
    1. Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh  lainnya  terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak  sangat  kurus  dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh  tubuh 
    2. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis 
    3. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.  
    4. Wajah membulat dan sembab 
    5. Pandangan mata anak sayu 
    6. Pembesaran  hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. 
    7. Kelainan  kulit  berupa  bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 
  3. Marasmik-Kwashiorkor
    Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

E. PATOFISIOLOGI

  • Patofisiologi  gizi  buruk  pada  balita  adalah  anak  sulit  makan  atau  anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi  yang  penting  bagi  rambut.  Pasien  juga  mengalami  rabun  senja.  Rabun  senja terjadi  karena  defisiensi  vitamin  A  dan  protein.  Pada  retina  ada  sel  batang  dan  sel kerucut.  Sel  batang  lebih  hanya  bisa  membedakan  cahaya  terang  dan  gelap.  Sel batang  atau  rodopsin  ini  terbentuk  dari  vitamin  A  dan  suatu  protein.  Jika  cahaya terang  mengenai  sel  rodopsin,  maka  sel  tersebut  akan  terurai.  Sel  tersebut  akan mengumpul  lagi  pada  cahaya  yang  gelap.  Inilah  yang  disebut  adaptasi  rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. 
  • Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella  negatif  terjadi  karena  kekurangan  aktin  myosin  pada  tendon  patella  dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.  Sedangkan,  hepatomegali  terjadi  karena  kekurangan  protein.  Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang  ada  di  hepar  sulit  ditransport  ke  jaringan-jaringan,  pada  akhirnya  penumpukan lemak di hepar. 
  • Tanda  khas  pada  penderita  kwashiorkor  adalah  pitting  edema.  Pitting  edema adalah  edema  yang  jika  ditekan,  sulit  kembali  seperti  semula.  Pitting  edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial,  tidak  ke  intrasel,  karena  pada  penderita  kwashiorkor  tidak  ada kompensansi  dari  ginjal  untuk  reabsorpsi  natrium.  Padahal  natrium  berfungsi menjaga  keseimbangan  cairan  tubuh.  Pada  penderita  kwashiorkor,  selain  defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi  pada  ekstremitas  bawah  karena  pengaruh  gaya  gravitasi,  tekanan  hidrostatik  dan onkotik (Sadewa, 2008). 
  • Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori  protein  yang  dapat  terjadi  karena  :  diet  yang  tidak  cukup,  kebiasaan  makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik  atau  malformasi  kongenital.  Keadaan  ini  merupakan  hasil  akhir  dari interaksi  antara  kekurangan  makanan  dan  penyakit  infeksi.  Selain  faktor  lingkungan ada  beberapa  faktor  lain  pada  diri  anak  sendiri  yang  dibawa  sejak  lahir,  diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
    1. Masukan  makanan  yang  kurang  :  marasmus  terjadi  akibat  masukan  kalori  yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan  orang  tua  si  anak,  misalnya  pemakaian  secara  luas  susu  kaleng yang terlalu encer. 
    2. Infeksi  yang  berat  dan  lama  menyebabkan  marasmus,  terutama  infeksi  enteral misalnya  infantil  gastroenteritis,  bronkhopneumonia,  pielonephiritis  dan  sifilis kongenital. 
    3. Kelainan  struktur  bawaan  misalnya  :  penyakit  jantung  bawaan,  penyakit Hirschpurng,  deformitas  palatum,  palatoschizis,  mocrognathia,  stenosis  pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas 
    4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat 
    5. Pemberian  ASI  yang  terlalu  lama  tanpa  pemberian  makanan  tambahan  yang cukup 
    6. Gangguan  metabolik,  misalnya  renal  asidosis,  idiopathic  hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance 
    7. Tumor  hypothalamus,  kejadian  ini  jarang  dijumpai  dan  baru  ditegakkan  bila penyebab maramus yang lain disingkirkan 
    8. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus 
    9. Urbanisasi  mempengaruhi  dan  merupakan  predisposisi  untuk  timbulnya marasmus,  meningkatnya  arus  urbanisasi  diikuti  pula  perubahan  kebiasaan penyapihan  dini  dan  kemudian  diikuti  dengan  pemberian  susu  manis  dan  susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

F. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
  1. Kelelahan dan kekurangan energy
  2. Pusing
  3. System kekebalan tubuh yang rendah
  4. Kulit kering dan bersisik
  5. Gusi mudah berdarah
  6. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
  7. Berat badan kurang
  8. Pertumbuhan yang lambat
  9. Kelemahan otot
  10. Perut kembung
  11. Tulang mudah patah 
  12. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

G. KOMPLIKASI

  • Pada  penderita  gangguan  gizi  sering  terjadi  gangguan  asupan  vitamin  dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya  fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah  saluran  cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.  
  • Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena  kurangnya  asupan  zat  Besi  (Fe)  atau  asam  Folat.  Gejala  yang  bisa  terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem  hormonal  yang  terjadi  adalah  gangguan  hormon  kortisol,  insulin,  Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid  menurun.  Hormon-hormon  tersebut  berperanan  dalam  metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008). 
  • Mortalitas  atau  kejadian  kematian  dapat  terjadi  pada  penderita  KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian  cukup  besar,  adalah  sekitar  55%.  Kematian  ini  seringkali  terjadi  karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan  jantung  mendadak.  Infeksi  berat  sering  terjadi  karena  pada  KEP  sering mengalami  gangguan  mekanisme  pertahanan  tubuh. Sehingga  mudah  terjadi  infeksi atau  bila  terkena  infeksi  beresiko  terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007). 

  1. Perubahan Berat Badan
    Berat  badan  merupakan  ukuran  antropometrik  yang  terpenting,  dipakai  pada setiap  kesempatan  memeriksa  kesehatan  anak  pada  semua  kelompok  umur.  Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara  lain  tulang,  otot,  lemak,  cairan  tubuh  dan  lain-lainnya.  Berat  badan  dipakai sebagai  indikator  terbaik  pada  saat  ini  untuk  mengetahui  keadaan  gizi  dan  tumbuh kembang  anak,  sensitif  terhadap  perubahan  sedikit  saja,  pengukuran  objektif  dan dapat  diulangi,  dapat  digunakan  timbangan  apa  saja  yang  relatif  murah,  mudah  dan tidak  memerlukan  banyak  waktu.  Indikator  berat  badan  dimanfaatkan  dalam  klinik untuk :
    1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun  kronis, tumbuh kembang dan kesehatan 
    2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit 
    3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan. 
    4. Penilaian status gizi secara Antropometri             
  2. Penilaian  status  gizi  terbagi  atas  penilaian  secara  langsung  dan  penilaian secara  tidak  langsung.  Adapun  penilaian  secara  langsung  dibagi  menjadi  empat penilaian  adalah  antropometri,  klinis,  biokimia  dan  biofisik.  Sedangkan  penilaian status  gizi  secara  tidak  langsung  terbagi  atas  tiga  adalah  survei  konsumsi  makanan, statistik vital dan faktor ekologi. 

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Antropometri
    Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang  gizi,  maka  antropometri  gizi  berhubungan  dengan  berbagai  macam pengukuran  dimensi  tubuh  dan  komposisi  tubuh  dari  berbagai  tingkat  umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan  adalah  berat  badan  menurut  umur  (BB/U),  tinggi  badan  menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
    1. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
      Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam  keadaan  normal,  dimana  keadaan  kesehatan  dan  keseimbangan  antara  intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot  dan  lemak).  Massa  tubuh  sangat  sensitif  terhadap  perubahan  keadaan  yang mendadak,  misalnya  terserang  infeksi,  kurang  nafsu  makan  dan  menurunnya  jumlah makanan  yang  dikonsumsi.  BB/U  lebih  menggambarkan  status  gizi  sekarang.  Berat badan  yang  bersifat  labil,  menyebabkan  indeks  ini  lebih  menggambarkan  status  gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)  
    2. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
      Indeks TB/U  disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam. 
    3. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
      Berat  badan  memiliki  hubungan  yang  linear  dengan  tinggi  badan.  Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
  2. Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

I. PENATALAKSANAAN

Dalam  proses  pengobatan  KEP  berat  terdapat  3  fase,  adalah  fase  stabilisasi, fase  transisi  dan  fase  rehabilitasi.  Petugas  kesehatan  harus  trampil  memilih  langkah mana  yang  cocok  untuk  setiap  fase.  Tatalaksana  ini  digunakan  baik  pada  penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
  1. Tahap Penyesuaian
    Tujuannya  adalah  menyesuaikan  kemampuan  pasien  menerima  makanan hingga  ia  mampu  menerima  diet  tinggi  energi  dan  tingi  protein  (TETP).  Tahap penyesuaian  ini  dapat  berlangsung  singkat,  adalah  selama  1-2  minggu  atau  lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk  menerima dan mencerna makanan. Jika  berat  badan  pasien  kurang  dari  7  kg,  makanan  yang  diberikan  berupa  makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5%  glukosa  +2%  tepung.  Secara  berangsur  ditambahkan  makanan  lumat  dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika  berat  badan  pasien  7  kg  atau  lebih,  makanan  diberikan  seperti  makanan untuk  anak  di  atas  1  tahun.  Pemberian  makanan  dimulai  dengan  makanan  cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. 
    2. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. 
    3. Sumber  protein  utama  adalah  susu  yang  diberikan  secara  bertahap  dengan keenceran  1/3,  2/3,  dan  3/3,  masing-masing  tahap  selama  2-3  hari.  Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan 
    4. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila  konsumsi  per-oral  tidak  mencukupi,  perlu  diberi  tambahan  makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
  2. Tahap Penyembuhan
    Bila  nafsu  makan  dan  toleransi  terhadap  makanan  bertambah  baik,  secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
  3. Tahap Lanjutan
    Sebelum  pasien  dipulangkan,  hendaknya  ia  sudah  dibiasakan  memperoleh makanan  biasa  yang  bukan  merupakan  diet  TETP.  Kepada  orang  tua  hendaknya diberikan  penyuluhan  kesehatan  dan  gizi,  khususnya  tentang  mengatur  makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
    1. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : 
    2. Glukosa  biasanya  secara  intravena  diberikan  bila  terdapat  tanda-tanda hipoglikemia. 
    3. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. 
    4. Mg,  berupa  MgSO4  50%,  diberikan  secara  intra  muskuler  bila  terdapat hipomagnesimia.  
    5. Vitamin  A  diberikan  sebagai  pencegahan  sebanyak  200.000  SI  peroral  atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. 
    6. Vitamin B dan vitamin  C dapat diberikan secara suntikan per-oral.  Zat besi (Fe) dan  asam  folat  diberikan  bila  terdapat  anemia  yang  biasanya  menyertai  KKP berat

J. PENGKAJIAN

  1. Anamnesis
  2. Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk:
    1. Riwayat persalinan sebelumnya
    2. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
    3. Kenaikan berat badan selama hamil
    4. Aktivitas
    5. Penyakit yang diderita selama hamil
    6. Obat-obatan yang diminum selama hamil
    7. Pemberian nutrisi pada bayi
    8. Kenaikan berat badan bayi dan tinggi badan
  3. Pemeriksaan Fisik
    1. Tanda-tanda anatomis
      • Berat badan kurang dari 2500 gram 
      • Panjang badan kurang dari 45 cm
      • Lingkar kepala kurang dari 33 cm 
      • Lingkar dada kurang dari 30 cm
      • Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis)
    2. Tanda fisiologis
      • Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
      • Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.
  4. Penyebabnya adalah :
    1. Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
    2. Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
    3. Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan 
  3. Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
  4. Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
  5. Cemas pada keluarga berhubungan dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
  6. Resiko infeksi b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Note : Silahkan klik link dibawah ini untuk melihat intervensi keperawatan serta daftar pustaka yaitu LP Askep keluarga gizi buruk part 2

Baca Juga :
  • Laporan Pendahuluan Askep Keluarga dengan Gizi Buruk Part 2

Sumber : Perawat Kita Satu

Demikianlah artikel kami ini yang singkat dari perawatkitasatu.com yang berjudul Laporan Pendahuluan Askep Keluarga dengan Gizi Buruk. Semoga apa yang telah kami berikan dan sajikan diatas tersebut dapat bermanfaat dan membatu teman-teman semuanya. Terimakasih atas kunjungannya.

Oke Sekianlah artikel kami yang membahas mengenai Laporan Pendahuluan Askep Keluarga dengan Gizi Buruk, semoga artikel ini bermanfaat bagi teman-teman semua, dan jangan lupa share artikel kami ini jika bermanfaat dan tetap mencantumkan link blog kami. Jangan bosan untuk membaca artikel lainnya disini, Sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

0 komentar